Sekitar 3 bulan masa darurat pandemi COVID-19, rumah menjadi tempat utama dilaksanakannya hampir semua kegiatan. Belajar tidak lagi di sekolah, tapi di rumah. Bekerja juga di rumah. Beribadah di rumah. Dan hampir semua kegiatan yang lainnya.
Tidak sedikit anak-anak dan generasi muda yang kemudian menjadikan rebahan sebagai aktivitas utamanya selama 3 bulan itu. Tidak demikian bagi anggota pramuka Gugusdepan 22.036 pangkalan SMP Negeri 61 Surabaya ini. Estetia Mustika Shani, namanya.
Selama masa darurat pandemi COVID-19 itu, tidak ada satu hari pun yang dilewatkan Estetia tanpa mengolah sampah. Sampah yang diolah bukan hanya sampah yang dari rumahnya, tetapi dari banyak warung kopi dan warung makan di sekitar rumahnya.
“Saya mengolah sampah non organik, khususnya sampah sachet kemasan minuman,” kata pemilik hobi basket dan bernyanyi ini.
Sampah sachet kemasan minuman itu sebelumnya hanya dibuang ke tempat sampah, terus berlanjut hingga ke tempat pembuangan akhir di Benowo, Surabaya.
Sudah 41,180 kg sachet atau 24.511 sachet yang telah diolah oleh adik dari Puteri Lingkungan Hidup 2019 Erina Maula Hassya ini hingga 8 Juni 2020. Plus 2,42 kg sampah sedotan atau 5.011 sedotan bekas yang diolah oleh Estetia.
Sebelum mengumpulkan sampah sachet kemasan minuman dari warung-warung itu, Estetia mengawalinya dengan sosialisasi kepada para pemilik warung. Ada 12 warung kopi dan 6 warung makan yang diadopsi Estetia untuk diolah sampah sachetnya. Dia lantas memberi tempat khusus untuk penampungan sampah sachet itu di tiap warung adopsinya.
“Jumlah warung yang beroperasi terus berkurang selama Pembatatasan Sosial Berskala Besar COVID-19. Sebab Satpol Pamong Praja Kota Surabaya melarang beroperasinya warung yang masih menjadi tempat berkumpul banyak orang,” ujar putri pasangan Yudi Harsoyo dan Rilin Nastuti ini.
Sampah sachet kemasan minuman itu selanjutnya dicuci oleh Estetia di rumahnya. “Saya biasa dibantu kakak saat mencuci sampah sachet yang terkumpul. Setelah dikeringkan, sachet tersebut diolah menjadi beragam produk layak pakai,” ujar Estetia yang berharap bisa menjadi pramuka penggalang garuda ini.
Produk anyaman menjadi produk olahan utama dari sampah sachet yang dikumpulkan oleh Estetia. Selama 3 bulan masa darurat COVID-19, hingga awal Juni 2020, dia sudah memproduksi 33 tempat tisu, 46 gantungan kunci, 4 dompet, 1 taplak meja dan 1 tempat pensil.
Dia juga berhasil memproduksi 1 set tatakan piring + gelas, 2 hiasan dinding.
“Saya juga mengolah sampah sedotan menjadi 5 pot tanaman. Juga 16 botol ecobrick ukuran 1500 ml dan 14 botol ecobrick ukuran 600 ml yang diolah menjadi meja dan kursi,” jelas pramuka kelahiran Surabaya, 17 Juli 2007 ini.
Produk-produk olahan sampah plastik yang dihasilkan oleh Estetia itu juga dijual dengan label produksi miliknya sendiri, yaitu OsaQu. Dia bahkan menerima banyak pesanan produk olahan sampah sachet dari tetangga dan kerabatnya.
Menurut Estetia, tidak semua warung mau mengumpulkan terpisah sampah sachet kemasan minuman.
“Banyak penjual warung yang gak mau ribet memilah sampah sachet yang dihasilkan,” terang pemilik cita-cita sebagai pengusaha sukses ini.
Alhasil, tidak semua warung di sekitarnya yang dia adopsi.
Edukasi kepada masyarakat sekitar rumahnya juga terus menerus dilakukan oleh Estetia.
“Saya mengedukasi penjual warung untuk mengurangi penggunaan sedotan plastik. Saya juga mengajari tetangga yang ingin bisa mengolah sampah sachet menjadi produk layak pakai,” terang Estetia.