Kampung Naga menjadi salah satu destinasi budaya yang identik dengan Tasikmalaya. Tidak hanya menyuguhkan suasana yang masih sangat tradisional, namun keindahan alamnya pun masih tetap terjaga dan menyejukkan mata.
Jika mendengar nama Kampung Naga, memang menarik dan membut kita bertanya-tanya, sebenarnya apa arti dibalik nama itu ? apakah memang dahulunya tempat bernaung naga ? ataukah bagaimana ?
Misteri sebuah nama
Secara administratif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mengenai arti dibalik nama tersebut, memang tidak banyak yang mengetahui. Sehingga masih menjadi misteri bagi masyarakat luas.
Spekulasi arti dari “Naga”
Sebenarnya, tidak diketahui dengan pasti bagaimana asal mula penamaan Kampung Naga , sehingga menimbulkan beberapa spekulasi mengenai arti dari “Naga” yang dipakai untuk penamaan kampung tersebut.
Ada spekulasi yang berkembang, mengatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kampung Naga seperti naga yang bersembunyi di lembah yang sunyi. Jika sudah mengunjungi langsung ke Kampung Naga, memang ada benarnya juga. Karena masyarakat di sana sangat memegang teguh kebudayaan nenek moyang.
Mereka sangat berhati-hati terhadap sesuatu yang baru. Mereka menolak pengadaan listrik yang ditawarkan pemerintah. Berdasarkan pernyataan dari masyarakat setempat, mereka menolak hanya semata-mata tidak ingin kebudayaan yang selama ini terjaga akan ternodai dengan hal-hal yang disebabkan karen suatu hal yang baru.
Berdasarkan keterangan dari sesepuh Kampung Naga, bahwa nama tersebut diambil dari kata “na gawir” yang merujuk pada lokasi kampung yang berada di dekat tebing (gawir dalam bahasa sunda).
Musnahnya piagam naga
Sesepuh setempat melanjutkan kembali mengenai sejarah penamaan Kampung Naga. Penamaan “Naga” dijelaskan dalam sebuah lempengan kuningan yang dinamakan “Piagam Naga”. Namun lempengan tersebut musnah bersamaan dengan naskah daun lontar, pusaka, dan benda-benda bukti sejarah lainnya.
Benda-benda bersejarah tersebut disimpan di “Bumi Ageung”, sebuah tempat yang disakralkan oleh masyarakat, ketika terjadi pemberontakan DI/TII tahun 1956.
Akibat dari peristiwa tersebut, masyarakat Kampung Naga merasa kehilangan jejak masa lalu dari keberadaan mereka.
Kaitan kampung naga dengan kerajaan galunggung
Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Kerajaan Galunggung, raja pada masa itu bernama Sembah Dalem Eyang atau Eyang Singaparna yang merupakan anak dari Prabu Rajadipuntang (Raja Galunggung ke-7).
Menurut cerita lisan yang beredar dan bersumber dari para tokoh dan sesepuh setempat, pada abad ke-16 terjadi permasalahan kekuasaan di Kerajaan Galunggung. Ketika pergolakan penurunan tahta tersebut, Prabu Rajadipuntang berhasil meloloskan diri dengan membawa sejumlah pusaka kerajaan. Raja kemudian menemukan sebuah muara yang terletak di antara Sungai Cikole dan Sungai Cihanjatan.
Prabu Rajadipuntang kemudian membagikan pusaka kerajaan ke masing-masing putranya. Eyang Singaparna mendapatkan warisan ilmu kabodoan (kebodohan). Dengan ilmunya tersebut, Eyang Singaparna mendapatkan ketenangan hidup agar bisa bersembunyi di sebuah tempat yang tenang.
Dalam perjalannya mencari kesahajaan hidup tersebut, Singaparna sampai di tempat yang dianggap aman dan tenang, sebuah lembah di pinggir Sungai Ciwulan. Sebuah lembah yang subur dan indah dengan dikelilingi perbukitan itulah tempat yang saat ini dikenal dengan nama Kampung Naga.
Icon Tasik
Dari berbagai spekulasi, diambil satu alasan terkuat yang disampaikan dari sesepuh setempat bahwa nama “Naga” berasal dari kata “Na Gawir” yang disingkat dengan “Naga”. Mengenai spekulasi lainnya entah benar ataupun tidak, kita hanya bisa meyakini bahwa hal tersebut merupakan salah satu bagian dari sejarah kearifan lokal Indonesia.
Kampung Naga memang salah satu icon Tasik yang sudah dikenal di nusantara. Namun tidak hanya Kampung Naga saja, masih banyak destinasi-destinasi lain yang menarik dan wajib digali dari Kota