Sebagai salah satu Kwartir Daerah dengan jumlah anggota terbanyak di Indonesia, tentunya Jawa Barat juga berperan sebagai penyumbang besar hadirnya tokoh-tokoh Gerakan Pramuka di level nasional. Di antaranya, ada Kak Dede Yusuf Effendi, Ketua Kwarda Jawa Barat yang saat ini berkiprah sebagai anggota DPR-RI dan aktif sebagai salah satu Andalan Nasional Gerakan Pramuka.
Barometer kemajuan Gerakan Pramuka secara nasional bisa dilihat pada pembinaan anggota Pramuka di wilayah Kwartir Daerah Jawa Barat. Hal yang secara mata telanjang bisa kita lihat dengan raihan prestasi yang ditorehkan Kwarda Jawa Barat dalam setiap gelaran event baik lokal maupun nasional. Salah satu indikator pembinaan Gerakan Pramuka yang nampak jelas adalah banyaknya bermunculan satuan karya (Saka) rintisan dari Jawa Barat dibanding daerah lainnya di Indonesia.
Memasuki akhir masa periode bakti Kwartir Daerah Jawa Barat yang beberapa saat lagi akan mengadakan Musyawarah Daerah dengan agenda pemilihan Ketua Kwartir Daerah Jawa Barat, penulis selaku pegiat Pramuka dan aktif mengamati perkembangan Gerakan Pramuka sedikit tergelitik dengan kondisi Jawa Barat saat ini.
Beredar isu bahwa mayoritas Kwartir Cabang se-Jawa Barat telah memberikan dukungan kepada Ridwan Kamil selalu Gubernur Jawa Barat untuk menjadi Ketua Kwartir Daerah. Pilihan yang akan menjadi beban di kemudian hari. Apalagi dengan adanya surat himbauan dari Kwartir Nasional No. 0115-00-B yang ditandatangani oleh Ketua Kwartir Nasional perihal tafsir pasal 3 Anggaran Dasar Gerakan Pramuka.
Di surat tersebut dijelaskan beberapa hal krusial yang sering terjadi bahwa pejabat publik (pejabat politik) tidak merangkap jabatan sebagai pengurus Kwartir, karena akan secara ex-officio menjadi ketua Majelis Pembimbing. Sehingga jika seorang pejabat publik juga menjabat sebagai ketua Kwartir tentunya akan rangkap jabatan dan akan menghilangkan salah satu fungsinya.
Akan sangat disayangkan jika Ridwan Kamil yang secara ex-officio adalah ketua Majelis Pembimbing Daerah juga menjabat sebagai Ketua Kwartir Daerah. Jangan sampai kesepakatan Kwartir Cabang ini hanya merupakan jalan pintas dalam urusan birokrasi dan anggaran, sudah menjadi pengetahuan umum jika kebanyakan kwartir memilih pengurusnya bukan berdasarkan kecakapan dan kemampuan atau mereka yang berlatar belakang pramuka, tetapi pengurus kwartir dipilih dari para pejabat yang memiliki akses birokrasi dan pendanaan.
Kembali ke persoalan sebelumnya. Jawa Barat sebagai barometer pembinaan Gerakan Pramuka secara nasional tentunya memiliki banyak tokoh hebat yang layak dan bisa diusulkan sebagai ketua Kwartir Daerah. Apakah hasil pembinaan dan kaderisasi Pramuka di Jawa Barat di masa 10 tahun kepemimpinan Kak Dede Yusuf tidak menghasilkan tokoh mumpuni? Ataukah kesempatan itu tidak diberikan dengan pertimbangan politik dan birokrasi?
Gerakan Pramuka secara keseluruhan akan mengalami kemunduran jika tidak berubah, tetap mempertahankan aroma jalan tol untuk urusan pendanaan, memasang orang-orang yang tidak berlatar belakang kepramukaan sebagai pengurus Kwartir merupakan bom waktu, ketika para aktivis dan pegiat Pramukanya sendiri tersingkir dari persaingan.
Ayo bangkitlah Pramuka Jawa Barat, tunjukan semangat pejuang Siliwangi, majukan Gerakan Pramuka, dari oleh dan untuk Pramuka sendiri. Kalau bukan kita siapa lagi?