Energi sejati berasal dari persiapan yang matang, bukan dari makanan instan semata.
Perjalanan mendaki bukan sekadar petualangan, tapi juga tantangan bagi fisik dan mental. Pemilihan makanan saat mendaki sangat krusial agar tubuh tetap kuat dan tidak mudah lelah. Namun, masih banyak pendaki yang bergantung pada makanan instan sebagai konsumsi utama selama perjalanan.
Menurut Dr. Cico dari Fakultas Kedokteran Forensik UKI Jakarta, mi instan sebenarnya praktis dan bisa mencegah lapar jika digunakan secara terbatas.
“Mi instan memang praktis, tapi tidak cocok untuk konsumsi harian di gunung. Apalagi jika pendakian berlangsung beberapa hari,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa tubuh butuh asupan seimbang antara karbohidrat, protein, gula, dan vitamin.
Pendaki harus tetap menghidrasi tubuh dan menghindari dehidrasi. Ketika kekurangan cairan, pendaki bisa mengalami kelelahan hingga salah ambil keputusan, bahkan tersesat. Maka dari itu, penting untuk menyusun menu makan sebelum berangkat mendaki.
Menu yang ideal untuk pagi hari adalah makanan hangat dan mudah disiapkan seperti oatmeal atau roti. Untuk siang hari, sebaiknya makan ringan yang tidak butuh banyak waktu memasak, seperti cokelat, biskuit, atau buah kering. Sementara makan malam bisa diisi dengan hidangan yang lebih lengkap karena biasanya pendaki sudah beristirahat.
Makanan siap saji dari pasar bisa jadi solusi praktis, asal tidak dijadikan menu utama. Misalnya, konsumsi mi instan hanya satu kali sehari di lokasi dengan sumber air cukup. Di awal perjalanan, lebih baik membeli makanan dari warung dekat basecamp agar lebih efisien.
Bagi yang hobi memasak, berkemah bisa jadi momen menyenangkan untuk mencoba resep sederhana di alam terbuka. Buah seperti apel dan pir pun dapat menjadi cemilan sehat sepanjang perjalanan.
Dengan perencanaan matang dan pemilihan makanan tepat, pendakian bisa lebih aman dan menyenangkan. Ingat, makanan bukan sekadar mengenyangkan, tapi juga menjaga stamina dan keselamatan.